BANJARMASIN – Kondisi bisnis dan industri di Kalsel yang mengalami kelesuan, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi penjualan produk pelumas industri. Hal ini diakui oleh Sales Executive General PT Pertamina Lubricants wilayah Kalselteng, Komang Wira Kardita. Menurutnya, kini permintaan akan pelumas industri di Kalsel semakin menyusut.
“Penyusutan permintaan terjadi antara 10 persen hingga 15 persen sejak awal tahun 2015. Hal ini diakibatkan menurunnya aktivitas industri dan usaha pertambangan batubara di wilayah Kalselteng. Karena, sebagaimana diketahui, sektor pertambangan batubara menjadi konsumen utama produk pelumas industri,” ungkap Komang kepada Radar Banjarmasin, Kamis (3/9).
Komang menjelaskan sebelum memasuki masa kelesuan usaha, permintaan pelumas industri di Kalselteng mencapai sedikitnya 2500 kilo liter per bulan. “Kalau sekarang, kami bisa jual hingga 2000 kilo liter per bulan juga sudah bagus. Walaupun pangsa pasar di Kalsel hilang hingga kurang lebih 10 persen, kami tetap mencoba melebarkan sayap penjualan ke sektor lain. Misalnya, perkapalan dan perkebunan,” tambahnya.
Kedua sektor tersebut (perkapalan dan perkebunan) walupun cukup potensial, dikatakan Komang masih belum mampu mendongkrak penjualan pelumas industri produksi Pertamina hingga ke target asal. Namun, setidaknya dengan memanfaatkan sektor non tambang, peluang untuk memaksimalkan penjualan dapat diraih. “Kami tetap optimistis, permintaan sektor non tambang untuk pelumas industri bakal menunjukkan grafik peningkatan,” harapnya.
Di sisi lain, ketika disinggung mengenai makin menguatnya kurs Dollar AS atas Rupiah, Komang punya jawaban sendiri. “Walaupun kurs naik, Pertamina Lubricants masih belum berencana untuk menaikkan harga jual pelumas industri. Namun, ditunggu saja nanti ketika memasuki triwulan pertama 2016 apakah ada penyesuaian harga atau tidak,” tandasnya.(oza)
“Penyusutan permintaan terjadi antara 10 persen hingga 15 persen sejak awal tahun 2015. Hal ini diakibatkan menurunnya aktivitas industri dan usaha pertambangan batubara di wilayah Kalselteng. Karena, sebagaimana diketahui, sektor pertambangan batubara menjadi konsumen utama produk pelumas industri,” ungkap Komang kepada Radar Banjarmasin, Kamis (3/9).
Komang menjelaskan sebelum memasuki masa kelesuan usaha, permintaan pelumas industri di Kalselteng mencapai sedikitnya 2500 kilo liter per bulan. “Kalau sekarang, kami bisa jual hingga 2000 kilo liter per bulan juga sudah bagus. Walaupun pangsa pasar di Kalsel hilang hingga kurang lebih 10 persen, kami tetap mencoba melebarkan sayap penjualan ke sektor lain. Misalnya, perkapalan dan perkebunan,” tambahnya.
Kedua sektor tersebut (perkapalan dan perkebunan) walupun cukup potensial, dikatakan Komang masih belum mampu mendongkrak penjualan pelumas industri produksi Pertamina hingga ke target asal. Namun, setidaknya dengan memanfaatkan sektor non tambang, peluang untuk memaksimalkan penjualan dapat diraih. “Kami tetap optimistis, permintaan sektor non tambang untuk pelumas industri bakal menunjukkan grafik peningkatan,” harapnya.
Di sisi lain, ketika disinggung mengenai makin menguatnya kurs Dollar AS atas Rupiah, Komang punya jawaban sendiri. “Walaupun kurs naik, Pertamina Lubricants masih belum berencana untuk menaikkan harga jual pelumas industri. Namun, ditunggu saja nanti ketika memasuki triwulan pertama 2016 apakah ada penyesuaian harga atau tidak,” tandasnya.(oza)