BUKIT TELETUBIES - Para jurnalis peserta Mandiri Media Gathering 2015 berfoto bersama dengan latar Bukit Teletubies di kawasan Gunung Bromo. |
Sesuai yang dijanjikan oleh panitia, agenda pamuncak sekaligus yang paling seru dalam gelaran Mandiri Media Gathering 2015 adalah jalan-jalan ke objek wisata Gunung Bromo. Semua peserta sudah harus siap-siap di lobby hotel mulai pukul sebelas malam. Mengingat perjalanan ke Gunung Bromo memakan waktu tiga jam perjalanan dengan menggunakan bus. Kalau sampai telat, kemungkinan akan melewatkan indahnya pemandangan sunrise (matahari terbit) di gunung yang dikeramatkan oleh Suku Tengger tersebut.
Fauzan Ridhani, Malang
Kalau berangkat mulai pukul sebelas malam, maka diperkirakan akan mencapai Gunung Bromo pada pukul dua dinihari. Namun, para peserta tidak perlu khawatir disergap dinginnya suhu di Gunung Bromo, karena malam harinya panitia sudah membekali para peserta dengan jaket, kupluk, masker, dan sarung tangan. Untuk memudahkan koordinasi, puluhan jurnalis yang jadi peserta kegiatan ini kemudian dibagi dalam kelompok yang masing-masing beranggotakan lima sampai tujuh orang. Saya sendiri masuk dalam kelompok 1 dan disarankan jangan sampai terpencar ketika sudah tiba di Gunung Bromo.
Tiga jam perjalanan menggunakan bus menuju ke Gunung Bromo ternyata cukup melelahkan. Kondisi jalan yang kurang mulus, membuat bus kerap terguncang, alhasil tidur di bus jadi tidak lelap. Pukul dua dinihari, bus tiba di sebuah penginapan. Dari situ, setiap kelompok menumpang jeep 4x4 yang sudah disiapkan panitia. Total ada 20 jeep untuk mengantar para peserta ke kawasan Penanjakan, tempat berkumpulnya para wisatawan untuk melihat pemandangan lasekap Gunung Bromo.
“Bagi yang mau salat, buang air, dan mengisi perut, jangan khawatir karena di puncak Penanjakan ada Musala (BSM). Bank Syariah Mandiri. Di sana, sudah kami siapkan semua,” kata Dicky, perwakilan dari Bank Mandiri. “Jadi di atas gunung setinggi 2300 meter di atas permukaan laut, ada musala? Yang benar saja?,” tukas Hasbi, seorang kawan jurnalis Fajar Makassar (Grup Jawapos).
“Iya kok, serius,” kata Dicky sembari tersenyum.
Ada kelegaan sekaligus senang, bahwa di atas gunung ada fasilitas musala. Kata Dicky, musala BSM tersebut memang dibangun untuk memudahkan wisatawan muslim. “Jadi, tidak ada alasan kalau mau lihat sunrise di Gunung Bromo bakal absen salat subuh. Musala ini dibangun sejak 2009 dan jadi persinggahan para wisatawan dari seluruh Indonesia sebelum menanjak melihat sunrise atau menurun untuk melihat bukit Kingkong,” urainya.
Apa yang dikatakan Dicky memang benar, begitu tiba di Penanjakan, musala BSM sudah dipadati pengunjung. Fasilitasnya lengkap, ada setidaknya delapan toilet, tempat wudhu, serta sebuah gazebo. Khusus hari itu, gazebo hanya boleh diakses oleh para peserta Mandiri Media Gathering 2015. Di dalamnya sudah disediakan wedang jahe, teh, kopi, jagung bakar, pisang rebus, dan mi instan untuk mengganjal lapar dan menangkal dingin yang ekstrim.
Adzan Subuh berkumandang, para peserta bersama pengunjung lainnya bersiap salat subuh. Air wudhu serasa air es, tapi para pengunjung tak peduli. Mereka lepas jaket, lepas sepatu, dan menyambut guyuran air wudhu yang dingin. Ketika mau salat, jaket dan kaos kaki kembali dikenakan. Walaupun dibekap dingin, suasana salat subuh berjamaah di musala kecil itu terasa hangat dan khusyuk.
“Alhamdulillah, ada musala di sini. Jadi bisa tenang dan lega, tidak absen salat subuh,” kata Khoiri, wisatawan asal Jakarta.
Usai salat subuh, penjelajahan Gunung Bromo dimulai. Para peserta menyempatkan berselfie ria berlatar belakang sunrise yang sangat indah. Terang sedikit, peserta naik Jeep lagi untuk menuju ke spot lainnya, yakni kawah Bromo, Bukit Teletubies, dan Pasir Berbisik. “Ini jadi pengalaman tidak terlupakan seumur hidup. Bromo memang indah,” kata Yamander Yehemen, wartawan Cendrawasih Pos (Grup Jawapos) asal Papua.(oza)