Perajin Kusen Terkendala Kayu

BIKIN PINTU - Suasana kerja di sebuah pabrik kusen di
kawasan Alalak, Banjarmasin Utara.
BANJARMASIN - Makin terbatasnya populasi kayu bangunan di Kalsel, ternyata memberikan dampak serius terhadap bisnis kerajinan kusen. Pasalnya, untuk membuat kusen diperlukan bahan baku kayu keras. Untuk di Kalsel, perajin kusen menggunakan bahan baku berupa kayu Ulin, Damar, atau Made Hirang.


Bahrun, seorang perajin dan pemilik pabrik kusen di Alalak, Banjarmasin Utara tak menampik makin sulitnya mendapatkan kayu membuat bisnisnya tersendat. "Sudah kurang lebih lima tahun ini saya tidak mendapatkan kayu ulin sebagus dulu. Sekarang, kalaupun ada kayunya kecil-kecil, sehingga untuk memproduksi kusen juga tidak bisa banyak," keluh Bahrun.

Padahal, lanjut Bahrun, permintaan konsumen akan kusen saat ini terbilang meningkat. Apalagi setelah banyak pengembang yang membangun kawasan perumahan sederhana. "Selama ini, kusen dari kayu ulin adalah yang paling banyak dipesan. Namun, seiring langkanya pasokan kayu ulin, perajin kusen kerap menggunakan kayu alternatif seperti meranti, tapi tetap saja tidak sekuat kayu Ulin," paparnya.
Untuk harga sendiri, lanjut Bahrun, harga kusen ulin sekaran sudah sangat tinggi. Contoh, untuk pintu rumah ukuran 2 meter x 80 cm dijual mulai Rp800 ribuan per buah. Sedangkan jendela, mulai Rp350 ribuan per buah. "Banyak konsumen yang tidak sanggup beli, akhirnya menjatuhkan pilihan ke kusen berbahan kayu Meranti yang lebih murah separuh harga dibandingkan kusen Ulin," sambungnya.

Biasanya, lanjut Bahrun, pelanggan kusen jenis Meranti adalah para pengembang perumahan sederhana semi permanen. "Untuk menekan harga jual rumah, mereka gunakan kusen murah. Tapi, paling lama tiga atau empat tahun pasti rapuh, dan harus diganti dengan yang baru," tandasnya.(oza)