Ilustrasi Logo Mi Setan |
Terkait hal tersebut, Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Kalsel rupanya
juga memberikan sikap. Menurut Direktur LPPOM MUI Kalsel, Udiantoro, sesuai
dengan syariat Islam dan fatwa ulama, ada anjuran untuk memberikan nama yang
baik, termasuk memberi nama pada makanan atau tempat usaha. ”Dalam Islam ada
larangan untuk memberikan nama yang buruk. Termasuk pada makanan atau tempat
usaha juga tidak boleh diberikan nama buruk, sebaliknya harus memberikan nama
yang bagus dan indah, karena nama adalah doa,” ungkap Udiantoro.
Secara zat, makanan yang diberi nama
jelek atau tidak lazim tersebut memang tidak mengandung unsur haram dan halal
dimakan. Namun, ketika makanan tersebut dinamai yang jelek, maka ada kesan seperti
memuliakan atau suka terhadap sesuatu yang jelek. Misalnya, seperti kuliner
bernama tak lazim yang kini sangat populer di kalangan masyarakat seperti Mi
Setan, Bakso Dajjal, Rawon Setan, Keripik Iblis, atau Mi Neraka. ”Sangat
disayangkan apabila makanan atau kuliner yang sedap dan halal, justru dinamai
yang tidak bagus. Alangkah baiknya, apabila makanan tersebut diganti dengan
nama yang lebih indah, tentunya lebih sesuai syariat,” tambahnya.
Di sisi lain, dengan menamakan
makanan dengan nama yang tidak lazim atau jelek, maka akan jadi pertimbangan
LPPOM MUI dalam mengeluarkan sertifikat halal. ”Bahkan, bisa juga LPPOM MUI
tidak akan mengeluarkan sertifikat halal terhadap makanan yang bersangkutan
karena terganjal nama,” sambungnya.
Kendatipun demikian, LPPOM MUI
Kalsel tetap berupaya mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat dan pelaku
usaha. ”Perlu diingat, kehalalan makanan tidak hanya sebatas zat dan asal
usulnya, tapi juga menyangkut penamaannya,” imbaunya.(oza)