Syarif Faisal |
sangat melimpah.
Hal ini diakui oleh Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kabupaten Batola, Syarif Faisal. Dikatakan Syarif, walaupun di Kabupaten Batola bahan baku kerajinan sangat melimpah, hasil kerajinan tangan yang dihasilkan tidak memberikan keuntungan yang sebanding. “Dulunya masyarakat Batola memang gemar membuat berbagai kerajinan tangan. Misalnya, anyaman rotan, tikar, dan bakul. Bahan baku juga sangat mudah diperoleh. Namun, begitu dijual ke pasaran, untung yang didapatkan tidak seberapa,” ungka Syarif kepada Radar Banjarmasin, belum lama tadi.
Oleh karena itu, lanjut Syarif, banyak para perajin di Kabupaten Batola beralih ke sektor usaha yang lain. Yakni, menjadi pekebun buah-buahan, petani, pedagang sayur mayur, dan bisnis dagang konveksi. “Karena, apabila ditimbang-timbang, membuat barang kerajinan tangan sangat melelahkan dan memerlukan ketelatenan tinggi. Tapi, rasa lelah dan ketelatenan tersebut seakan tidak terbayar, karena produk kerajinan yang dihasilkan juga kurang diminati konsumen,” sambungnya.
Apalagi, lanjut Syarif, hasil kerajinan tangan Batola masih kalah populer dengan kerajinan tangan asal Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. “Sebagaimana diketahui, HSU selama ini menjadi sentra bisnis kerajinan tangan di Kalsel. Sementara, untuk Kabupaten Batola harus diakui hasil kerajinan tangannya tidak sepopuler di Amuntai. Bahkan, sekarangpun sudah mulai ditinggalkan,” paparnya.
Kendatipun demikian, Syarif sebagai Ketua Hipmi Kabupaten Batola tetap berupaya untuk memotovasi masyarakat Batola agar mampu menjadi wirausahawan yang kreatif dan produktif. “Masih banyak lahan bisnis yang bisa digarap di Kabupaten Batola. Diantaranya, sektor perikanan, konstruksi, perumahan, dan perkapalan,” tandasnya.(oza)