H Tajuddin Noor |
persoalan kredit.
Seperti yang dialami koleganya yang sempat menyampaikan keluhan mengenai transparansi laporan angsuran kredit di perbankan. “Kolga saya itu mendapatkan surat tagihan dari sebuah bank yang menyatakan ada tunggakan selama 2,99 bulan (tiga bulan). Padahal, kolega saya hanya menunggak dua bulan, tapi oleh bank yang bersangkutan diminta untuk melunasi tunggakan selama tiga bulan. Anehnya, pihak bank tidak memperinci di bulan apa saja yang sempat mengalami tunggakan angsuran, hanya dijelaskan total tagihannya saja,” tuturnya.
Oleh Tajuddin disarankan agar koleganya itu meminta print out angsuran bank agar didapat informasi lebih rinci. Parahnya, ketika diminta print out, pihak bank memungut banyaran Rp5 ribu per lembar. Padahal, permintaan print out tersebut merupakan hak nasabah yang seharusnya tidak perlu dipungut biaya. “Namun, karena ingin mendapatkan data rinci, ya sudah dibayar saja print outnya. Setelah dilihat print out-nya, ternyata ada satu bulan tunggakan angsuran pada Juli 2013 yang belum dibayar. Inilah yang saya pertanyakan, bank yang seharusnya profesional, kok malah bisa melewatkan laporan tunggakan yang sudah setahun silam,” ujarnya.
Tajuddin mengakui sangat menyayangkan kejadian tersebut. “Ini menandakan bank yang bersangkutan tidak teliti dan tidak tertib administrasi. Akhirnya, membuahkan keluhan dari nasabah. Saya harap Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan bisa menindaklanjuti hal ini. Karena, bisa saja kejadian seperti ini terjadi pada nasabah lainnya,” katanya.
Di sisi lain, Tajuddin berharap agar pihak perbankan juga bisa lebih transparan. “Dengan menjaga transparansi, maka akan semakin dipercaya nasabah. Sehingga, akan semakin meningkatkan hubungan bisnis yang baik antara pihak bank dan nasabah,” tandasnya.(oza)