Tinjau Ulang Kenaikan Upah


BANJARMASIN – Pemerintah berencana menggodok kembali peraturan mengenai penyesuaian pembayaran upah 2015. Namun, sebelum diputuskan besaran kenaikan upah tersebut, berbagai pihak menginginkan agar pemerintah benar-benar
melakukan analisa sesuai dengan kondisi usaha sekarang. Karena, menurut penuturan sejumlah pelaku usaha kondisi bisnis pada saat ini sedang loss sesion.
       Salah satu sektor bisnis yang kini sedang mengalami loss session adalah bisnis perhotelan. Menurut perwakilan dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia, Eri Sudarisman penyebab loss session dipicu berbagai faktor. “Diantaranya belum stabilnya kondisi kurs Rupiah terhadap Dollar AS, isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), inflasi, hingga konstelasi politik dalam negeri pasca Pilpres 2014. Makanya, sekarang berbagai sektor bisnis banyak mengalami loss session,” ungkap Eri kepada Radar Banjarmasin, belum lama tadi.
          Karena kondisi itulah, Eri berharap agar pemerintah tidak terlalu tinggi dalam menetapkan penyesuaian pembayaran upah 2015. “Kalau bisa kenaikannya jangan melebihi 10 persen. Bagi saya, kalau sampai 10 persen ke atas, itu terlalu tinggi. Dikhawatirkan nantinya justru membuat para pebisnis perhotelan semakin goyah. Kalau sudah goyah, bisa jadi manajemen perhotelan bakal mengurangi jumlah karyawan supaya tetap bisa bertahan,” urainya.
            Eri menceritakan standarisasi upah pada 2014 ini berada di kisaran Rp1,6 juta hingga Rp1,7 juta per bulan. “Besaran upah 2014 tersebut sebenarnya sudah cukup menguras otak para pelaku usaha. Mudah-mudahan, nanti kenaikan upah 2015 masih dalam batas wajar. Kami juga sudah menyampaikan hal ini kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kalsel. Mudah-mudahan, Apindo Kalsel dapat memperjuangkan dan menegosiasikan keputusan besaran uppah 2015 dengan pemerintah daerah Kalsel,” ujarnya.
          Di sisi lain, Eri mengakui bisnis perhotelan kini sedang lesu. “Dibandingkan tahun lalu, tingkat okupansi pada tahun ini diprediksi akan mengalami penurunan di kisaran 40 persen hingga 50 persen. Selain persaingan yang semakin sengit, kenaikan harga sembako dan BBM juga menggangu bisnis perhotelan di Kalsel,” tandasnya.(oza)