SOLID - Para apoteker Kalsel lulusan Fakultas Farmasi Universitas Achmad Dahlan Yogyakarta, kala menggelar reuni, belum lama tadi. |
Hal ini dibuktikan masih minimnya pemerintah mengalokasikan formasi pegawai negeri untuk tenaga apoteker. Berdasarkan data badan PBB yang membidangi kesehatan, yakni WHO, idealnya dalam satu wilayah berpenduduk 2.300 jiwa, diperlukan sedikitnya satu orang apoteker. Sedangkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel, setiap 100 ribu penduduk di Kalsel, hanya ada 32 orang apoteker. Itupun sebaran jumlah tenaga apotekernya tidak merata, terutama di kabupaten-kabupaten yang jaraknya jauh dari Banjarmasin.
“Ini kan menjadi bukti bahwa tenaga apoteker atau tenaga ahli kefarmasian di Kalsel masih sangat minim. Padahal, kebutuhan masyarakat akan obat-obatan sangat tinggi. Kalau jumlah apotekernya minim, tentunya pelayanan obat-obatan kepada masyarakat otomatis bisa terhambat,” ungkap Ketua ikatan Alumnus Fakultas Farmasi Universitas Achmad Dahlan Yogyakarta Cabang Banjarmasin, Muhammad Yamin di sela-sela acara reuni di Banjarmasin, belum lama tadi.
Untuk itu, pria yang juga anggota DPRD Kota Banjarmasin ini mengimbau agar para apoteker dan ahli farmasi tetap solid. “Teruslah berkarya dan berbakti kepada masyarakat. Karena, tugas apoteker dan ahli farmasi tidak hanya meracik obat dan bekerja secara profesional di bidang industri farmasi, tapi juga bertanggungjawab untuk mengedukasi masyarakat mengenai pemilihan obat-obatan,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kalsel, Hasan Ismail berencana untuk mendata kembali jumlah apoteker di Kalsel. “Sehingga, dapat diketahui secara lebih rinci berapa sebenarnya jumlah apoteker dan tenaga ahli farmasi yang ada di Kalsel. Dengan demikian, nantinya IAI akan memiliki database jumlah apoteker dan tenaga farmasi. Sehingga, dapat dikoordinasikan dengan pemerintah daerah untuk memudahkan pengalokasian tenaga apoteker di Kalsel,” tandasnya.(oza)