Suara Penyandang Disabilitas Rawan Diarahkan


FOTO BERSAMA – Para penyandang disabilitas dari berbagai daerah 
di Kalsel dilatih cara mencoblos surat suara dan memantau pelaksanaan Pemilu.
BANJARMASIN – Para penyandang disabilitas memiliki hak yang sama sebagai pemilih dalam gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Termasuk dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) kali ini, kaum disabilitas juga berhak untuk memilih salah satu pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Namun, belum adanya undang-undang dan peraturan baku yang mengatur sistem dan tata cara Pemilu bagi kaum disabilitas, mengakibatkan banyak kaum disabilitas yang akhirnya memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
            Menurut Manajer Koordinator Program Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, para penyandang disabilitas mendominasi sedikitnya 10 persen suara dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) di seluruh Indonesia. “Itu artinya, suara para penyandang disabilitas sangat berharga dan memiliki peranan penting dalam Pemilu. Potensi suara para penyandang disabilitas sangat berpengaruh terhadap kemenangan salah satu pasangan Pilpres 2014,” ungkap Sunanto di sela-sela acara Pelatihan Pemilu Akses Bagi Penyandang Disabilitas, di Hotel Golden Tulip Galaxy, Sabtu (28/6).
            Menurut Sunanto,  suasana dan kondisi pelaksanaan Pemilu di Indonesia masih belum sepenuhnya memberikan kebebasan bagi para penyandang disabilitas. Misalnya, para penyandang tuna netra harus dipandu oleh pembimbing saat mencoblos di bilik suara, penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda kesulitan ketika mencoblos karena ada pijakan berundak di bilik suara, atau surat suara yang hingga saat ini masih belum menggunakan huruf Braille. “Yang seperti itu kan sebenarnya menyusahkan para penyandang disabilitas. Akhirnya, ada dua akibat yang ditimbulkan. Yakni, membuat hak suara para penyandang disabilitas rawan diarahkan atau dicobloskan oleh oknum tertentu, atau si penyandang disabilitas tersebut menjadi enggan ke TPS untuk memberikan hak suaranya,” katanya.
            Untuk itulah, JPPR mengadakan pelatihan pemantauan Pemilu bagi penyandang disabilitas. “Dalam pelatihan ini, kami melakukan simulasi pencoblosan bagi para penyandang disabilitas. Selain itu, para penyandang disabilitas juga kami bimbing untuk memantau berlangsungnya Pemilu. Untuk di Kalsel, ada 60 orang penyandang disabilitas yang kami latih dan akan diturunkan pada Pilpres 9 Juli 2014 ini,” urai Sunanto sembari menginformasikan pelatihan serupa juga dilaksanakan di Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Papua.
            Sementara itu, salah satu penyandang disabilitas yang menjadi peserta, Nurdin mengaku senang dengan kegiatan ini. “Melalui pelatihan ini, saya bisa menginformasikan kepada teman-teman sesama penyandang cacat supaya jangan minder ke TPS untuk mencoblos pada saat Pilpres 2014 nanti. Karena, melalui pelatihan ini, kami dapat semaksimal mungkin membantu penyandang disabilitas untuk memberika hak suaranya. Selain itu, jaminan kebebasan dan kerahasiaan dalam mencoblos juga lebih terjaga,” tandas penyandang tuna netra ini.(oza)