BANJARMASIN – Hasrat para pengusaha konstruksi alias kontraktor di Kalsel dalam menggarap sejumlah proyek kerap terkendala. Pasalnya, mereka sering dihadapkan dengan persoalan minimnya permodalan. Terlebih, permohonan kredit konstruksi kepada pihak Perbankan sering ditolak dengan alasan ketiadaan agunan atau jaminan. Alhasil, para kontraktorpun mengeluh karena kalah bersaing dengan para kontraktor BUMN atau yang bermodal besar.
Adanya
kesulitan dalam mengajukan kredit konstruksi menjadi sorotan khusus dari H
Achmad Zainuddin Djahri, Ketua DPC Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia
(Gapensi) Kota Banjarmasin. Menurut Zainuddin, pihak perbankan seharusnya
memberikan keringanan dalam menyalurkan kredit kepada pengusaha konstruksi. “Seharusnya,
pinjaman tidak perlu menggunakan agunan atau jaminan. Soalnya, setiap proyek
yang didapat oleh kontraktor pasti selalu dilengkapi dengan surat kontrak.
Dengan surat kontrak itulah para kontraktor bisa menjamin bahwa kredit yang
diajukannya pasti dibayar kepada bank,” ujar Zainuddin kepada Radar Banjarmasin,
belum lama tadi.
Zainuddin
menambahkan proses pengajuan kredit konstruksi seharusnya juga dipermudah bagi
para pengusaha kontruksi yang tergabung dalam organisasi konstruksi seperi
Gapensi. “Apabila perusahaan konstruksi tersebut legal dan sudah sering
menangani berbagai proyek, tentunya pihak bank tidak perlu ragu untuk
mengucurkan kredit. Dengan demikian, artinya pihak perbankan juga memberikan
kontribusi dalam percepatan pembangunan daerah,” sambungnya.
Hal
lain yang menjadi sorotan Zainuddin adalah tingginya bunga kredit konstruksi
tersebut. “Rata-rata bunga kredit konstruksi di Indonesia mencapai Rp14 persen.
Apabila dibandingkan dengan Malaysia, kredit konstruksi bunganya sangat kecil.
Selain itu, kredit konstruksi di Malaysia juga didorong dan didukung oleh pemerintahnya.
Makanya, pembangunan di Malaysia jauh lebih maju dan cepat daripada di
Indonesia,” tandasnya.(oza)